Sabtu, 28 November 2015

Cicurug kota kecilku

Assalamualaikum wr.wb.

Cicurug adalah kota kecil dengan sejuta inspirasi,dari mulai kuliner,kreatifitas muda mudi,pabrik,hingga keluhan limbah,
Dalam kesempatan kali ini saya akan mencoba menuangkan keindahan kota kecil yang bernama cicurug yang terletak di kab.sukabumi berdekatan dengan perbatasan kab.bogor hingga tidak di ragukan lagi keindahan nya mulai dari sungai,sawah dan hawa sejuk pegunungan.
Alun-alun kota tertata rapi dengan masjid al-huriyah yang terlihat megah dan kokoh berdiri berlatarkan gunung salak,namun sangat di sayangkan selalu saja sampah menjadi penyakit masyarakat yang sangat sulit di berantas,bukan masalah sampah itu sendiri melainkan kedisiplinan individunya dalam hal menjaga kebersihan masih terasa kurang.
Terlihat di sebrang jalan ada kantor kecamatan pemerintahan kota ini bersanding dengan kantor pemadam kebakaran dan puskesmas,saya sangat mengapresiasi kebersihan kantor tersebut.
Jika saya boleh memberi masukan kepada dinas terkait,saya berharap di siapkan nya tempat sampah di sepanjang trotoarnya.

Minggu, 20 September 2015

SEJARAH KITA



13412303331333495512
Salah satu bekas pertempuran di Sukabumi 1946 (sumber foto: Pertempuran Konvoy Sukabumi-Cianjur 1945-1946 dilansir Forum.Detik)
Pendudukan Jepang
Pendudukan Jepang di Sukabumi di mulai dengan  pendaratan di Banten dan Eretan. Dari arah Banten-lah,  Pada hari Jum’at  tentara Jepang memasuki Kota Sukabumi. Mereka membombardir Kota Sukabumi dari Cibadak Dalam waktu yang begitu cepat, Jepang berhasil  menguasai Sukabumi karena mendapat bantuan dari K. H. Ahmad Sanusi yang memerintahkan anggota AII dan BII  untuk menunjukkan pusat-pusat pertahanan Hindia Belanda di Sukabumi. Dengan menerapkan strategi menyerang dari arah belakang, satu per satu pusat pertahanan Hindia Belanda dapat dikuasai oleh Jepang.
Seorang pegawai kantor pos bernama Sutan Iskandar pada waktu akhir masa Hindoa Belanda melukiskan deskripsi menarik tentang mausknya tentara Jepang ke  Sukabumi. Di kantor pos semua orang Belanda hilang, apakah ditangkap atau melarikan diri. Jadilah Sutan Iskandar sebagai pemimpin PTT de fakto di Sukabumi. 
Sukabumi katanya adalah kota yang tenang. Malahan bendera merah putih telah berkibar setelah Belanda menyerah ke Jepang.   Namun di suatu minggu, terjadi kerusuhan dan penggarongan yang dilakukan oleh orang –orang tertentu. Kekacauan berlangsung selama 3 hari, kemudian datanglah tentara Jepang dengan berbagai peralatan militernya. Kota Sukabumi dalam waktu relatif singkat menjadi aman, akan tetapi kini semua kantor kantor pemerintah dibawah orang Jepang. (http://dryuliskandar.wordpress.com/2011/07/05/awal-zaman-jepang/
Pada masa pendudukan,  Jepang   melakukan mobilisasi rakyat Indonesia, pasukan pendudukan Jepang membentuk organisasi Gerakan Tiga A yang dijiwai oleh semboyan Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Pemimpin Asia pada 29 April 1942. Tujuannya  adalah sebagai upaya menanamkan tekad penduduk agar berdiri sepenuhnya di belakang pemerintah militer Jepang.
Untuk mencapai tujuannya itu, Gerakan Tiga A kemudian menerbitkan surat kabar Asia Raja. Gerakan ini dipimpin oleh Mr. Sjamsudin, Ketua  Muda Partai Indonesia Raya (Parindra) yang pernah memegang jabatan sebagai wakil wali kota Sukabumi pada masa penjajahan Belanda . Sjamsudin ini anak Penghulu Sukabumi, R. Achmad Djuwaeni.
Dalam  menghadapi berbagai persoalan keagamaan dan nasionalisme, ia berseberangan dengan ayahnya. Dalam masalah ini, ia justru sepaham dengan K. H. Ahmad Sanusi dan memutusan untuk menjadi anggota AII yang pada waktu itu sangat dominan di Sukabumi.
Pada masa pendudukan Jepang orang Indonesia mendapatkan kesempatan menjadi Walikota. Yang menjabat mula-mula Raden Rangga Adiwikarta, kemudian Raden Abas Wilagosomantri. Keduanya menjabat dalam hitungan bulan saja. Yang menjadi Walikota kemudian adalah Raden  Syamsudin 1942 hingga 1945.  Pada masa kemerdekaan Raden  Syamsudin menjabat juga menjadi walikota pertama zaman Republik.
Pendudukan Jepang di Sukabumi juga meninggalkan catatan kelam. Di antaranya adalah penculikan sejumlah perempuan untuk dijadikan jugun lanfu (pelayan seksual tentara Jepang).  Anna Mariana dalam tulisannya Tiada Rotan Akar pun Jadi: Kisah Gedung Inspektorat Sukabumi ( dalam http://etnohistori.org/tak-ada-rotan-akar-pun-jadi-kisah-gedung-inspektorat-sukabumi.html ) ditulis pada Juli 2011.
Dalam paparannya Anna menyebutkan tentara Jepang mengambil sebuah rumah orang Belanda (yang mungkin bernama Kipers) untuk dijadikan rumah bordil.  Para perempuan direkrut secara paksa dan bukan hanya mengalami perkosaan tetapi juga penyiksaan.  Terdapat ratusan perempuan di Sukabumi dan sekitarnya menjadi korban perbudakan seksual.   Kekuatan tulisan dari Anna Mariana ini ialah pada oral historyatau keasaksian para pelaku yang mengalami masa itu.
Sukabumi  1945-1946:  Pertempuran-pertempuran Besar
Hampir seluruh referensi yang saya dapatkan mengungkapkan bahwa masa 1945-1946 untuk kawasan Sukabumi adalah bagian Perang Kemerdekaan paling berdarah baik di pihak Indonesia maupun di pihak Belanda dan Sekutu.  Beberapa kali terjadi pertempuran secara frontal.
Di Jawa Barat, BKR tidak hanya dibentuk di tingkat propinsi saja, melainkan juga dibentuk di tiap-tiap kabupaten bahkan sampai di tingkat kecamatan. Di Sukabumi, proses pembentukan BKR tidak dapat dilepakan dari peranan K. H. Ahmad Sanusi. Dengan mempergunakan Pesantren Gunung Puyuh, pada akhir bulan Agustus 1945,
Ajengan Sanusi beserta dengan para tokoh masyarakat lainnya memutuskan untuk membentuk BKR di Sukabumi.
Pada 27 Agustus 1945, KNID  Keresidenan Bogor berhasil dibentuk dengan ketuanya dijabat oleh R. S. Suriadiredja. Tidak lama kemudian, K. H.Ahmad Sanusi beserta segenap tokoh masyarakat Sukabumi lainnya membentuk KNID setempat. Dr. Abu Hanifah kemudian ditunjuk oleh mereka sebagai Ketua KNID Kotapraja Sukabumi (Tjahaja, 4 September 1945)
Proses pengambilalihan kekuasaan di Sukabumi tidak selancar yang diharapkan. K. H. Acun Basyuni dan Dr. Abu Hanifah memastikan bahwa baik Bupati Sukabumi tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya.  Mr.Sjamsudin dan Mr. Harun masing-masing sebagai Walikota dan Bupati Sukabumi.
Pada Senin, 1 Oktober 1945 ribuan rakyat Sukabumi membanjiri Gedung Societet Soekamanan yang kemudian menjadi Gedung Juang 45 dan Kantor  KNID/BKR. K.Acun Bacuni menjadi Kepala BKR.  Bendera  Merah Putih kemudian dikibarkan  di seluruh jawatan dan instansidi Kota dan Kabupaten.  Sejumlah bangunan dan pabrik diambil alih. Di antaranya Pabrik Mesin PT. Indonesia Sukabumi.
Pabrik ini di zaman Belanda merupakan pabrik mesin berat untuk kepentingan para onderneming.  Setelah Proklamasi Kemerdekaan, pabrik ini diberi nama RI  Salamat.  Setelah terbentuknya TKR, pabrik mesin tersebut dirubah menjadi pabrik senjata, dipimpin oleh Kapten Saleh Norman dan Rd, O. Atmadja sebagai Kepala pabrik. Senjata yang diproduksi antara lain granat tangan, senapan mesin ringan, sten gun hingga meriam berat,
Pada 2 Oktober 1945 perjuangan dilanjutkan dengan perebutan kekuasaan di daerah sekitar Sukabumi seperti Jampang Tengah, Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu. Perebutan kekuasaan ini diikuti oleh perebutan senjata. Sejumlah pabrik yang direbut antara lain pabrik Kina di Tegal Panjang, Pabrik Teh Goal Para.
Di tengah-tengah kesibukannya sebagai anggota KNIP, K. H. Ahmad Sanusi berupaya mempersiapkan para  santrinya dan masyarakat umum untuk mempertahankankemerdekaan. Untuk menunjang itu, Barisan Islam  Indonesia (BII), yang didirikan oleh K. H. Ahmad Sanusi tahun 1937, dijadikan sebagai laskar perjuangan.
Dalam perjuangan kemerdekaan, Sukabumi mencatat suatu peristiwa heroik pada pertempuran di kawasan Bojongkokosan pada  9 dan 10 Desember 1945. Dalam pertempuran ini terlibat tidak  hanya TKR tetapi juga berbagai elemen laskar perjuangan. Di antara laskar itu adalah Barisan Hisbullah, Barisan Sabilillah,  Barisan Banteng, Barisan Pesindo hingga Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi.
Pasukan-pasukan mencegat konvoi sekutu yang hendak memasuki Sukabumi dan dicurigai membawa unsur-unsur NICA yang maksud tersembunyi mengambil alih pemerintahan RI. Dalam pertempuran itu sejumlah kendaraan sekutu dihancurkan atau rusak. Sekalipun pasukan sekutu akhirnya bisa memasuki Sukabumi, namun ditaksir sekitar 50 tentara mereka terbunuh dan puluhan lain luka-luka.
Sekutu akhirnya melakukan perundingan pemerintahan Sukabumi. Perundingan dilakukan di rumah Mr. Samsudin dan dihadiri oleh Dr. Abu Hanifah, Mr.Harub Bupati Sukabumi, pihak TKR diwakili oleh Letnan Kolonel Eddie Soekardi (dalam litreratur lain kerap disebut Edi Sukardi) dan Mayor Omar Abdurrahman Komandan Batalion IV TKR.  Pihak sekutu sendiri mengutus Mayor Erwin Singh dari markas Briagde Inggris di Bogor dan Sukabumi.
Korban pertempuran Bojongkokosan dan pemboman di Cibadak di pihak Republik dirawat di rumah sakit Sekarwangi dan Rumah Sakit Santa Lidwina Sukabumi. R. Abu Hanafah Kepala Rumah Sakit Santa lidwina mendirikan organisasi Palang Merah dibantu dr. Tjong Nyan Han. Dapur juga difungsikan untuk logistik makanan didirikan di bawah pimpinan Ny. Hadi Atmojo.
Fakta yang menarik patut dicatat ialah terlibatnya dua orang bekas tentara Jepang melatih perang para pemuda di Hotel Warna Sari. Dua orang Jepang ini tidak mau pulang ke negrinya dan mereka masuk Islam mengganti namanya menjadi Karta dan Soma.
Tak banyak catatan yang saya dapat mengenai pertempuran setelah peristiwa Bojongkokosan. Di antara yang saya dapat Harian Kedaulatan Rakjat pada 15 Maret 1946 menulis:
Chabar terachir tentang keadaan di Soekaboemi menjatakan padab tgl 12-3 pesawat2 terbang Inggris menembaki Soekaboemi dari atas.  Pasoekan-pasoekan mereka datang dari Bogor masih tertahan di loear kota Soekaboemi.
Atas perintah Pemeirntah Poesat kita, maka pada tgl. 13-3 poekoel 23.00 pertempoeran dihentikan oleh pihak kita. Sampai pagi keesokan harinja pasoekan2 Indonesia tidak melepas tembakan2 lagi. Tetapi meskipoen demikian tadi pagi poekoel 11.00 pesawat2 terbang Inggris menembaki dan membom desa Waroengkandang dengan bom2 pembakar.  Serangan ini oleh pihak Indonesia tidak dibalas karena mengingat disiplin.
Dalam berita itu juga disebutkan tentara Inggris juga mengirim bala bantuan dari jurusan Cicurug yang terdiri dari 3 tank, 15 truk sedang, 4 truk besar, sebuah panser dan 4 meriam. Karena perinath penghentian pertempuran masih berlaku bala bantuan ini tidak diganggu tentara Indonesia.  Namun hingga Maret 1946 disebutkan Inggris sudah kehilangan tiga buah tank hancur, sekitar 30 truk mengalami kerusakan. Sedang korban jiwa belum diketahui.
Sebuah referensi lain menyebutkan pada  13 Maret 1946, Komandan Divisi ke-23 Tentara Inggris di Bandung  memerintahkan Brigadier N.D.Wingrove untuk membantu kelancaran jalannya konvoy dari Sukabumi menuju Bandung dengan kekuatan pasukan Brigade I, yang terdiri dari 2 Kompi Pasukan Zeni tempur, disertai dengan satuan-satuan pengawalnya.
Sepanjang rute perjalanan menuju Bandung pertempuran terus berkecamuk di sekitar Cisokan, Citarum dan Purabaya. Asrama-asrama pasukan kita ditembaki dengan meriam. Di daerah Padalarang musuh mengadakan pembersihan sampai jauh sekelilingnya. Beberapa perwira TRI tertawan antara lain Mayor Sidik Brotoatmojo. Kepala Staf Resimen 9.
Serangan malam hari terhadap Tentara Sekutu di kota Sukabumi (11 dan 12 Maret 1946)  yang dilakukan pasukan Indonesia  telah menimbulkan korban pada hari pertama, tewas 2 orang opsir Inggris dan 26 serdadu India. Pada hari kedua tewas 3 orang opsir Inggris, 1 orang opsir India dan 37 orang serdadu India (Djuju Amidjaja dalam Pertempuran Convoy Bojong Kokosan 1945-1946 dalamhttp://pertempurandijawabarat.blogspot.com/)
Data yang juga menarik adalah kesaksian  KH.  Sholeh Iskandar (pimpinan pasukan santri)  seperti  yang ditulis oleh blogger http://azies-site.blogspot.com/2012/01/kh-sholeh-iskandar-peranan-pondok.html (penulis mengutip Al-Muslimun- Halaman:267 (Edisi: 39 Zulhijjah 1412 H/ Juni 1992) yang melukiskan pertempuran di bawah pimpinan KH Jamsari dengan tentara sekutu di Sindangbarang (Bogor) menyebabkan gugurnya 26 syuhadah  (waktunya tidak disebut tetapi saya perkirakan pada 1946) dan pertempuran tentara atau sekutu atu Belanda dengan pasukan Hizbullan di Babakan, Parung, Ciseeng, menyebabkan ustad M Muchtar, Kompi Komandan Iyon Hizbullah pimpinan Effendi gugur sebagai syuhadah, terjadi tanggal 13 Juni 1946.
Front Sukabumi di Bawah Kawilarang
Dalam buku yang ditulis Ramadhan KH AE Kwilarang: Untuk Sang Merah Putihmemang disebutkan bahwa pada Agustus 1946 Kawilarang diangkat sebagai komandan Brigade Dua (Divisi Siliwangi)  yang meliputi wilayah tugas Bogor-Sukabumi-Cianjur dengan pangkat Letkol.  Dia menggantikan Letkol Edi Sukardi yang dipindahkan ke Tasikmalaya.  Kawilarang bukan saja menghadapi persoalan menghadapi tentara Belanda, tetapi juga mengatur laskar-laskar yang ada di wilayahnya.
Dalam buku itu diungkapkan di wilayah Sukabumi pada waktu itu ikut beroperasi apa yang disebut  Laskar Rakjat Djakarta Raja (LRDR). Apa yang menjadi tuga smereka di Sukabumi menjadi tanda tanya. Yang jelas menurut penuturan Kawilarang mereka tidak disiplin dan tidak pernah membantu garis depan.  Mereka melepas tembakan dengan semau-maunya dan sering tidak membayar atau menggagu toko-toko dan restoran-restoran.
Sesudah berapa kali memberikan peringatan kepada komandannya yang rupanya tidak dapat mengatur anak buahnya, pada Agustus  1946 itu juga Kawilarang  dan Kepala Stafnya Mayor Akil memutuskan mengambil tindakan.  Sekitar 200 anggota LRDR ditangkap dalam dua jam dan ditahan selama dua hari.  Mereka kemudian diperintahkan kembali ke Jakarta atau bergabung dengan akwan-kawan mereka di Kerawang.
Kawilarang juga menangkap anggota tentara yang tidak disiplin terutama yang suak menganggu toko-toko milik orang Tionghoa dan suka bertindak kobow-koboy-an. Akhir September 1946 Brigade Dua berhasil membuat wilayah Sukabumi aman.
Brigade Dua Siliwangi membawahi lima batalion. Batalion 6 eks Resimen Tangerang di Sukanagara menghadapi musuh di Cibeber dan Cianjur di abwah pimpinan Mayor Kusno Utomo, Bataklyon 7  di daearh Sukabumi menghadapi musuh yang ada di gekbrong dipimpin Kapten R.A.Kosasih, Batalyon 8 di Bogor dipimpin Mayor Ibrahim Adjie. Batalyon 9 di pimpin Kapten effendi , serta Batalion 10 dipimpin Kapten H. Dasuki Bakri  mengahdapi Belanda di sekitar Rumping, Ciampea, Kracak dan Gunung Menyan.
Dalam menghadapi Belanda sewaktu Agresi pertama Kawilarang tidak saja hanya memikirkan pertempuran, tetapi juga logistik. Sekalin wilayah sukabimi mempunyai Perkebunan Teh dan Karet yang kaya , wilayah itu sebetulnya minus beras.  Untuk mencari beras harus ke wilayah Cianjur dan Pagadegan.
Kami mesti  mencari beras. Kami dapatkan jalannya melalui orang Tionghoa bernama Oey Ek Koey. Bagian perlengkapan di bawah pimpinan Kapten Louis Yahya mengaturnya. Oey Ek Koey mengangkut hasil perkebunan ke Jakarta dan menjualnya. Kami ketahui ia harus kongkongklingkong denagn orang Belanda di Jakarta.  DEia menyuap basis komando Belanda sebesar F 10.000 untuk tiap kali pengangkutan beras ke Sukabumi.
Pertempuran besar di wilayah Sukabumi terjadi pada waktu Agresi I   21 Juli 1947. Tentara Belanda lengkap dengan persenjataan lebih modern masuk dari arah timur melalui jalan raya dan jalan-jalan kecil di dalam kota Sukabumi pada hari itu sore harinya.  Pertempuran terjadi di batas kota.  Malam harinya Sukabumi jatuh ke tangan Belanda.
Bupati M. Suardi dan para stafnya mengungsi ke daerah Nyalindung. Walikota Sukabumi dan dr. Abu Hanifah ditangkap pasukan Belanda dan dibawa ke Jakarta. Belanda mengangkat Hilman Jayadiningrat sebagai Bupati NICA Sukabumi. Kepala Kepolisian Sukabumi Bidin Suryagunawan dan pejabat kepolisian Bogor Sumbada bersama sebagian polisi kota menggabungkan diri dengan TNI membentuk markasnya di Naylindung di bawah pimpinan Kolonel Kawilarang.
Namun seperti yang ditulis dalam  buku AE Kawilarang  untuk Sang Merah Putihhingga beberapa  hari sesudah Agresi Belanda sejumlah wilayah masih 100% dikuasai pihak Republik. Secara de facto pasukan Kawilarang mengusai sebelah tenggara dari garis Cibeber, Lapengan (Cianjur) Jembatan Cireunghas, Jembatan Leuwiliang  dan Jembatan Padabenghar  (Sukabumi). Sebagian daripada pasukan Batalyon 7 tetap berada di Gung Gajah di selatan Cisaat, sebelah utara Cisaat-Cibadak.  Patroli Belanda takut melintasi jalan-jalan di daerah de facto.
Dalam buku itu banyak fakta yang menarik betapa adaptasinya tentara Republik. Misalnya untuk mobilisasi sebuah Sedan Ford 1929 dimodifikasi bagian belakangnya hingga menjadi sebuah truk kecil yang dapat mengangkut 20 orang.  Untuk bahan bakarnya digunakan bensin karet.
Setelah perjanjian Renville 17 Januari 1948  tentara Siliwangi sesuai perintah Kolonel A.H. Nasution sebagai panglima meninggalkan kantong-kantong di Jawa Barat untuk Hijrah ke Yogyakarta.
Sukabumi 1949
Tidak terlalu banyak sumber saya dapatkan mengenai situasi Sukabumi periode 1948-1949. Saya menemukan sebuah artikel menarik berjudul Years of living dangerously: The Memoirs of Princen (Part One) yang dimuat dalam Inside Indonesia, 1992 memberikan beberapa informasi tentang kiprah mantan tentara Belanda yang membelot memihak Republik ini.
Dalam artikel itu disebutkan pria bernama Haji Johannes Cornelius Princen ini dilahirkan di The Hague, Belanda pada 1925. Ayahnya Arnoldus Petrus Paulus Princen adalah guru menggambar dan ibunya bernama Theresa Maria Anna kerap menulis sajak.  Sejak masa anak-anak dan remaja kecintaan terhadap hak asasi manusia tertanam. Ibunya pernah menulis puisi yang memprotes intervensi Italia (di bawah Mussolini) ke Albania dan Etophia.
“Kita harus menjadi kekuatan merdeka melawan serangan fasisme”.  Demikian tulis sang Ibu. Pengalaman engeri Belanda ketika diduduki Jerman membentuk ideologi anti penjajahan pada diri Princen. Dia pernah dimasukan ke dalam kamp konsentrasi di Belanda oleh Jerman. Ketika dia menjadi tentara Belanda dengan pangkat Kopral dikirim ke Indonesia, hati nuraninya pun bergolak: Apa bedanya Belanda meyerang Indonesia dengan Jerman menyerang Belanda?
Pada 26 September 1948 berbagai kebrutalan yang dilakukan tentaranya membuatnya muak dan Princen meninggalkan KNIL di Jakarta menyeberangi garis demarkasi dan bergabung dengan pihak lawan yakni Tentara Nasional Indonesia di sekitar Semarang.  Ketika tentara Belanda menyerang Yogyakarta, Princen bergabung dengan tentara Siliwangi dan ikut Lonchmarch ke Jawa Barat.
Diceritakan Princen ke Sukabumi yang masih diduduki tentara Belanda dan sempat bersembunyi di rumah Aoh K. Hamidjaya, seorang kawannya. Kemudian bergabung dalam sebuah unit TNI yang pernah bersama dia waktu longmarch.  Unit ini menyerang sebuah pabrik tekstil di Sawalega, Cisaat, Sukabumi yang dijaga 30 tentara Belanda pada Maret 1949. Dengan hanya membawa tujuh orang, pasukan ini berhasil merampas sejumlah senjata mauser mereka dan memuatnya ke truk lalu pergi ke Gunung Gede. 1
Menurut memoar tersebut unit Princen terlibat pertempuran di Salabintana dan menyerang sebuah pos polisi di Sukaraja dan merebut 30 pucuk senjata. Unit ini juga terlibat kontak senjata di stasiun Gandasoli dengan polisi belanda yang datang dengan sebuah kereta api.  Seorang polisi Belanda tewas dan sebuah senjata dirampas. 2
Tentara Belanda sangat marah pada Princen. Diam-diam pada 8 Agustus 1949  Pasukan Istimewa Belanda dengan pimpinan Letnan Henk Ulric dengan tipu muslihat menyamar sebagai tentara TNI  memburu  unit Princen di Perkebunan teh Gunung Rosa.  Penyergapan gagal, namun istri Princen bernama Odah yang sedang hamil terbunuh.3
Tragisnya dalam sidang Dewan tanggal 1 Agustus 1949 dikeluarkan satu seruan kepada kedua belah pihak yang sedang bermusuhan (Indonesia – Belanda) untuk segera menghentikan tembak-menembak; menyelesaikan pertikaiannya dengan cara perwasitan (arbitrase) atau dengan cara-cara damai yang lain dan melaporkan tantang hasil-hasil penyelesaian itu kepada Dewan Keamanan. Demikianlah  pada  4 Agustus 1949 ekdua eblah pihak mengumumkan berlaku gencatan senjata .
Irvan Sjafari
Catatan Kaki
1 Dalam tulisan di Serdadu Bernama Princen dalam Politikana 19 April 2011 yang ditulis Hendijo( http://politikana.com/baca/2011/04/19/serdadu-bernama-princen-2.html) disebutkan yang menjaga itu milisi Poh An Tui (milisi orang Tionghoa yang dipersenjatai Belanda) dna yang dirampas bebrapa karaben.
Ibid
Ibid
Sumber lain:
Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi yang ditulis Miftahul Falah, diterbitkan pada 2008 oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Jilid VI,Jakarta: Balai Pustaka 1984

SEJARAH SINGKAT KOTA SUKABUMI

Sejarah Kota dan Kabupaten Sukabumi hingga 1942: Kisah Kopi, Wisata dan Gerakan Politik Islam


Sejarah  Kota dan Kabupaten Sukabumi hingga 1942:  Kisah Kopi, Wisata dan Gerakan Politik Islam
Salah satu sudut kota Sukabumi masa Kolonial 
Tidak banyak ditemukan literatur mengenai sejarah Sukabumi. Buku yang ditulis Ruyatna Jaya, Sejarah Sukabumi yang diterbitkan Pemkot Sukabumi pada 2003  disebutkan bahwa penguasa pertama kawasan ini seorang Raja bernama Dewawarman (130-168 M). Buktinya adalah altar batu situs Tugu Gede di Cisolok, arca siwa di Jampang Tengah yang tersimpan di Musuem Sri Baduga, Bandung.  Kawasan ini kemudian masuk ke dalam kerajaan Pajajaran.
Awalnya cikal  bakal kota ini adalah beberapa kampung seperti  Cikole dan .  Setelah jatuh ke tangan Mataram daerah ini berada dalam kekuasaan VOC pada 1677 sebagai balas jasa VOC membantu Sunan Amangkurat II menumpas pemberontakan Tarunajaya. Kawasan ini awalnya tidak punya arti ekonomis bagi VOC, sampai ketika kopi jadi komoditi penting.
Mulanya tanaman kopi diperkenalkan di Jawa pada 1696 dikembangkan di sekitar Benteng Batavia oleh Gubernur Jendral Van Out Hoorn (1681-1704).  Pada masa kekuasaan Gubernur berikutnya Van Hoorn (1704-1709)  bibit kopi diserahkan kepada bupati di Priangan dan Cirebon.  Hasilnya pada 1711 Bupati Cianjur Wiratanu Datar memetik panen pertama. Wilayah perkebunan kopi diperluas ke sekitar Bogor, Cianjur dan Sukabumi
Komoditas kopi banyak dibutuhkan VOC, Van Rie Beek dan Zwadecroon berusaha mengembangkan lebih luas tanaman kopi disekitar Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Pada 1709 Gubernur Van Riebek mengadakan inspeksi ke kebun kopi di Cibalagung (Bogor), Cianjur, Jogjogan, Pondok Kopo, dan Gunung Guruh Sukabumi. Pada 1786 VOC membangun jalan setapak yang bisa dilalui kuda dengan rute Batavia-Bogor-Sukabumi-Cianjur-Bandung.
Tiga tahun kemudian seorang pengusaha Belanda  bernama  Pieter Engelhard membuka perkebunan kopi  di lereng Tangkuban Perahu. Lokasi perkebunan itu  tepatnya di tanjakan Jl. Setiabudhi (sekarang Ledeng-UPI).  Hasil yang paling memuaskan baru diperoleh th. 1807, setelah Engelhard mengerahkan ratusan penduduk pribumi.
Jenis kopinya merupakan kopi unggul yang kemudian laku di pasaran Eropa dengan brand JAVA KOFFIE.  kopi ini menggantikan kopi pahit-buruk dan tidak enak yang banyak dihidangkan le mauvais Cafe de Batavia (kopi buruk di Batavia) di awal abad ke-18. (Haryoto  Kunto,Bandoeng Tempo Doeloe).
Sukabumi Tempo Dulu
Perkembangan paling penting terjadi pada  25 Januari 1813 ketika seorang ahli bedah bernama Dr. Andries de Wilde membeli tanah yang meliputi 5/12  wilayah  yang kini meliputi Kabupaten Sukabumi dengan harga 58 ribu ringgit Spanyol.  Batas tanahnya di Timur Sungai Cikupa, selatan Sungai Cimandiri, Utara lereng Gunung Gede angrango dan batas ke barat Batavia dan Bogor.
Pada  8 Januari 1815 Cikole dinamakan Sukabumi. . Kota yang saat ini berluas 48,15 km2 ini asalnya terdiri dari beberapa kampung bernama Cikole dan Paroeng Seah, hingga seorang ahli bedah bernama Dr. Andries de Wilde menamakan Soekaboemi. Awalnya ia mengirim surat kepada kawannnya Pieter Englhard mengajukan permohonan kepada pemerintah untuk mengganti nama Cikole. Kata Soekaboemi berasal dari bahasa Sunda soeka-boemen yang bermakna udara sejuk dan nyaman, dan mereka yang datang tidak ingin pindah lagi karena suka dengan kondisi alamnya.
Selain kopi, perkebunan the juga mendorong arti ekonomis kawasan Sukabumi.  Penanaman the pertama kali dimulai pada 1824 di sekitar Bogor, Cikajang,Parakan Salak, Ciumbuleuit, Sinagar, Cicurug dan Parakan Salak.  Pada 1844 Gubernur Jendral Van Der Hucht memperluas perkebunan teh di Parakan Salak ini yang mempunyai ketinggian antara  625 hingga 950 meter dan di sekitar Gunung Endut pada ketinggian 1474 meter.
Perkebunan teh di kawasan Parakan Salak ini dibeli oleh keluarga Holle, sementara perkebunan di Sinagar (Nagrak) dibeli oleh keluarga Hogeven. Priangan kemudian memang jadi wilayah perkebunan the.  Pada 1865 anak sulung de Holle bernama Karel Frederik Holle membuka perkebunan the Waspada pada 1865 di bayongbong, Garut. Pengusaha the bermunculan dari berbagai keluarga, misalnya Keluarga Van Der Huchts, De Kerkhovens, Van Motman,de Boscha’s dan sebagainya. Hingga akhir masa Hindia Belanda terdapat 81 perkebunan teh di wilayah Priangan.
Bertepatan dengan berlakunya Undang-undang agraria  pada 1870, maka pada 10 September 1870 diangkat seorang Patih dan seorang asisten Residen untuk memerintah Sukabumi.  Daerah Sekabumi naik statusnya menjadi afdeeling. Wilayah ini kemudain dibagi menjadi sejumlah distrik seperti Distrik Gunungparang, Distrik Cimahi, Distrik Cicurug, Distrik Ciheulang, Distrik Pelabuhan Ratu, Distrik Jampang Tengah dan Distrik Jampang Kulon.
Para Patih yang memerintah Sukabumi semasa afdeeling antara lain Patih Aria Wangsa Reja yang diangkat berdasarkan Statblad No,121 Tahun 1870 tertanggal 10 September 1870. Selanjutnya yang menjadi patih Sukabumi adalah Aria Kartareja, Patih Aria Kartakusumah, Patih Suryanatalegawa, Patih Suryanapamekas (menjabat pada 8 Oktober 1905), Patih Suryaningrat dan Patih Suryanatabrata 1913-1921.

Pada 1 Juni 1921 status Sukabumi naik lagi menjadi Kabupaten dengan Patih Suryanatabrata menjadi Bupati pertama hingga 1930. Secara hukum tata negara hari jadi Kabupaten Sukabumi pada 1 Juni ini.  Bupati kedua adalah Bupati RTA Surya Danoeningrat yang merupakan Bupati terakhir masa Hindia Belanda hingga 1942. Pada masa pendudukan Jepang RTA Surya Danoeningrat ini tetap menjabat menjadi Bupati sampai masa kemerdekaan.
Perkembangan  Kota dan  Gaya Hidup
Seperti halnya kota-kota lain masa Hindia Belanda pada abad ke 20 surat kabar lokal pun bermunculan. Yang menarik salah satu surat kabar tertua yang terbit di Sukabumi ialah Li Po yang diterbitkan peranakan Tionghoa tetapi berbahasa Melayu.  Surat kabar itu terbit mingguan setiap hari Sabtu dengan redaktur  seperti Tan Giong Tiong da Yoe Tjan Siang. Edisi pertama tertanggal 3 Januari 1903.
Umumnya berita-berita yang disajikan berkaitan dengan agama Katolik dengan dukungan iklan dari perniagaan. Iklan yang ada dalam surat kabar itu sudah mengisyaratkan gaya hidup orang kota masa itu, misalnya pemakaian air wangi untuk menghilangkan bau badan, hingga iklan obat.  Terdapat juga sejumlah  iklan menjual  mesin penggilingan beras hingga pemasangan lotre.
Pada 1921 sebagaiman dilaporkan oleh L. de Steurs (Residen Priangan)  tanggal 2 Januari 1921, di Sukabumi telah berdiri dua buah zendingschool dan sebuah sekolah partikelir yang bernamaHollandsch-Chineescheschool.  Pada masa Hindia Belanda pada 1910-an didirikanlah Sekolah-sekolah rakyat di Kota Sukabumi, diantaranya adalah Sekolah Rakyat Gunungpuyuh, Sekolah Rakyat Benteng,  Yang tertua adalah Sekolah Rakyat Kebon Jati. Sekolah Rakyat ( SR) Gunungpuyuh yang didirikan pada tahun 1914 ini, lama pendidikannya selama 3 tahun,
Kota Sukabumi juga naik statusnya pada 1 April 1914, Sukabumi diangkat statusnya menjadi Gemeente. Dengan semakin banyaknya berdiam orang Belanda dan Eropa pemilik perkebunan (Preanger Planters) di daerah Selatan dan harus mendapatkan kepengurusan dan pelayanan yang istimewa. Pada tanggal yang sama 354 tahun yang lalu, Belanda bangga memenangkan perang melawan Spanyol.
Namun secara resmi baru pada  1 Mei 1926 pemerintahan kota dibentuk dan diangkat Mr. GF. Rambonet sebagai burgemeester (wali kota) pertama di Sukabumi . Hal ini  juga diungkapkan Ruyatna Jaya, Sejarah Sukabumi).  Pada waktu itu Kota Sukabumi sudah dihuni oleh 1520 orang Eropa, sekitar 19 ribu penduduk  dan sekitar 3 ribu penduduk Cina.
Pada masa pemerintahan Rambonet  inilah dibangun sarana dan prasarana penting seperti Stasiun Kereta Api, Mesjid Agung, Gereja, prasarana olahraga dan hiburan  dan Pembangkit Listrik Ubrug. Stasiun Kereta Api, Mesjid Agung, Gereja Kristen, Gereja Katolik, pembangkit listrik Ubrug; Centrale (Gardu Induk) Cipoho, Sekolah Polisi Gubermen yang berdekatan dengan lembaga pendidikan Islam tradisionil Gunung Puyuh.
Salah satu tempat favorit para elite  Eropa ini adalah pacuan kuda yang dilakukan di Cibolong.  Setelah Rambonet  yang menjadi Walikota Sukabumi  adalah WM Ouwekerk,  Ala Van Unen dan WJ PH Van Waning. Pertumbuhan perkebunan juga merangsang pertumbuhan tempat wisata.  Kawasan wisata Danau Lido yang hingga kini juga menajdi tempat wisata khas Sukabumi sebetulnya  juga dibuat pada zaman Belanda. Pada  1898,  saat Belanda membangun Jalan Raya Bogor-Sukabumi, mereka mencari tempat untuk peristirahatan para petinggi pengawas pembangunan jalan dan pemilik perkebunan.
Danau Lido adalah danau alam yang letaknya di lembah Cijeruk dan Cigombong. Jika dilihat dari atas, Danau Lido seperti mangkuk di kaki Gunung Gede-Pangrango. Di dekat danau ini juga terdapat air terjun Curug Cikaweni yang mengalirkan air yang sangat dingin.  Kawasan ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1940 setelah Ratu Wilhelmina datang dan beristirahat di Lido pada tahun yang sama. Ketika itu, restoran pertama diresmikan sebagai pelengkap fasilitas kawasan wisata dan juga untuk menjamu Sang Ratu
Tempat wisata lainnya yang  dibangun masa Belanda adalah  Selabintana yang terletak 7 kilometer dari kota Sukabumi. Wisatawan hingga kini  mendapatkan jejak sejarah peninggalan Belanda yang dipadu dengan panorama Gunung Gede-Pangrango. Hotel yang dibuat pada tahun 1900-an oleh seorang berkebangsaan Belanda tetap bertahan hingga kini dan masih menjadi ikon Selabintana.
Pergerakan Politik dan Keagamaan
Buku Riwayat Perjuangan K.H. Ahmad Sanusi yang ditulis Miftahul Falah, diterbitkan pada 2008 oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, member kesan paad saya bahwa pergerakan politik lokal kawasan Sukabumi tampaknya didominasi pergerakan Islam. Di antaranya  adalah  Sarekat Islam Sukabumi didirikan pada 1913 bersamaan dengan berdirinya Sarekat Islam di Cianjur, Bandung, dan Cimahi.  Pada tahun itu juga, H. O. S. Tjokroaminoto, Presiden Sarekat Islam Pusat, berkunjung ke  Sukabumi.  Daerah-daerah yang dikunjungi  adalah  basis Sarekat  Islam di Sukabumi yaitu Cicurug, Babakanpari, Kalapanunggal, Palasari Girang, dan Jampang
Pada  1916, masyarakat  Sukabumi yang menjadi anggota Sarekat Islam diperkirakan kurang dari 500 orang. Sebagai perbandingan, pada tahun yang sama, Sarekat Islam Cianjur memiliki anggota sekitar 8.000 orang, Sarekat Islam Bandung memiliki anggota  sekitar 1.500 orang, dan Sarekat Islam Tasikmalaya  memiliki anggota sekitar 1.200 orang. Pada waktu itu, yang menjadi pemimpin Sarekat Islam Sukabumi adalah Haji  Sirod.
Tokoh penting Sarekat Islam Sukabumi adalah K.H. Ahmad Sanusi yang bergabung kemudian. Kelahiran  Desa Cantayan,  Onderdistrik Cikembar, Distrik Cibadak,kira-kira 1889 ini   adalah salah seorang anak K. H.  Abdurrohim, seorang ajengan dari Cantayan.  Sanusi kemudian menjadi penerus  pesntren Cantayan setelah berguru di sejumlah pesantren dan Mekah. Sejak Juli 1915, ia menjadi penasihat (adviseur) Sarekat Islam Sukabumi.
Pada 1919, K. H. Ahmad Sanusi  mendirikan sebuah pesantren di Kampung Genteng, Distrik Cibadak, Afdeeling Sukabumi.  Bagi K. H. Ahmad Sanusi, Pesantren Genteng merupakan sebuah alat bagi perjuangannya untuk  menegakkan syariat Islam di Sukabumi. Pengaruh kuat Sanusi pada masyarakat Sukabumi menjadikannya target penangkapan pemerintah Kolonial.
Pemberontakan berdarah di Banten 1926 dan pengerusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi dengan Bandung dan Bogor  pada Agustus 1927 membuat Pemerintah Kolonial menangkap Sanusi dan membuangnya ke Tanah Tinggi, Batavia. Namun pengasingan itu tidak menyurutkan pengaruh  Sanusi. Para pengikutnya kerap mengunjunginya.
Sekitar 1931, para ulama pengikut K. H. Ahmad  Sanusi menggelarkan pertemuan di Pesantren Babakan. Cicurug. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh K. H. Muh.Hasan Basri itu, mereka membicarakan berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Dalam pertemuan inilah, keinginan untuk membentuk sebuah organisasi semakin mengkristal. Pada akhirnya, para kyai yang menghadiri pertemuan itu mencapai kesepakatan untuk membentuk sebuah organisasi yang akan diberi nama Al Ittihadjatoel  Islamijjah.
Pada 1930-an, pemerintah  kolonial menjadikan Sukabumi sebagai daerah pembuangan para para pemimpin pergerakan nasional. Pada masa akhir penjajahan Belanda, tercatat beberapa pejuang nasional yang dibuang di Kota Sukabumi. Tjipto Mangunkusomo, Mohammad Hatta, dan Sutan Sjahrir merupakan tiga tokoh  pergerakan nasional yang dibuang Pemerintah Hindia Belanda ke Sukabumi. Tjipto Mangunkusomo tidak lama  menjadi tahanan di Sukabumi, tetapi kemudian ia beserta keluarganya memilih untuk menetap di Salabintana

El che

Biografi E. Che Guevara


Image result for che guevara quotes
Tokoh satu ini sangat terkenal seantero dunia karena kisahnya. Bernama lengkap Ernesto Guevara Lynch de La Serna, Che Guevara dilahirkan di Rosario, Argentina tanggal 14 Juni 1928 dan meninggal dunia di Bolivia, 9 Oktober 1967. Dia merupakan pejuang revolusi Marxis Argentina dan seorang pemimpin gerilya Kuba. Keluarganya berdarah campuran Irlandia, Basque dan Spanyol. Tanggal lahir yang ditulis pada akte kelahirannya yakni 14 Juni 1928, namun yang sebenarnya adalah 14 Mei 1928.
Sejak usia dua tahun Che Guevara mengidap asma yang diderita sepanjang hidupnya. Karena itu keluarganya pindah ke daerah yang lebih kering yaitu daerah Alta Gracia (Córdoba) namun kesehatannya tidak membaik.  Pendidikan dasar ia dapatkan di rumah sebagian dari ibunya, Celia de la Serna. Pada usianya yang begitu muda,

Image result for che guevara quotes


Che Guevara telah menjadi seorang pembaca yang lahap. Ia rajin membaca literatur tentang Karl Marx, Engels dan Sigmund Freud yang ada di perpustakaan ayahnya. Memasuki sekolah menegah pertama (1941) di Colegio Nacional Deán Funes (Córdoba). Di sekolah ini dia menjadi yang terbaik di bidang sastra dan olahraga. Di rumahnya Che Guevara tergerak hatinya oleh para pengungsi perang sipil Spanyol juga oleh rentetan krisis politik yang parah di Argentina. Krisis ini memuncak di bawah pemerintahan diktator fasis kiri Juan Peron, seorang yang ditentang Guevara. Berbagai peristiwa tertanam kuat dalam diri Guevara, ia melihat sebuah penghinaan dalam pantomim yang dilakonkan di Parlemen dengan demokrasinya dan muncul pulalah kebenciannya akan politisi militer beserta kaum kapitalis dan yang terutama kepada dolar Amerika Serikat yang dianggap sebagai lambang kapitalisme.

Meskipun demikian dia sama sekali tidak ikut dalam gerakan pelajar revolusioner. Ia hanya menunjukkan sedikit minat dalam bidang politik di Universitas Buenos Aires (1947) tempat ia belajar ilmu kedokteran. Pada awalnya ia hanya tertarik memperdalam penyakitnya sendiri namun kemudian dia tertarik pada penyakit kusta. dan kembali ke daerah asalnya dengan sebuah keyakinan bulat atas satu hal bahwa ia tidak mau menjadi profesional kelas menengah dikarenakan keahliannya sebagai seorang spesialis kulit. Kemudian pada masa revolusi nasional ia pergi ke La Paz, Bolivia di sana ia dituduh sebagai seorang oportunis.

Dari situ ia melanjutkan perjalanan ke Guatemala dan mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menulis artikel arkeologi tentang reruntuhan Indian Maya dan Inca. Guatemala saat itu diperintah oleh Presiden Jacobo Arbenz Guzman yang seorang sosialis. Meskipun Che telah menjadi penganut paham marxisme dan ahli sosial Lenin ia tak mau bergabung dalam Partai Komunis. Hal ini mengakibatkan hilangnya kesempatan baginya untuk menjadi tenaga medis pemerintah, oleh karena itu ia menjadi miskin. Ia tinggal bersama Hilda Gadea, penganut paham Marxis keturunan Indian lulusan pendidikan politik. Orang inilah yang memperkenalkannya kepada Nico Lopez, salah satu Letnan Fidel Castro. Di Guatemala dia melihat kerja agen CIA sebagai agen kontrarevolusi dan semakin yakin bahwa revolusi hanya dapat dilakukan dengan jaminan persenjataan.

Bergabung dengan Castro dan Menjadi Pejuang Revolusi
Ketika Presiden Arbenz turun jabatan, Guevara pindah ke Kota Mexico bulan September 1954 dan bekerja di Rumah Sakit Umum, diikuti Hilda Gadea dan Nico Lopez. Guevara bertemu dan kagum pada Raúl Castro dan Fidel Castro juga para emigran politik dan ia menyadari bahwa Fidel-lah pemimpin yang ia cari. Ia bergabung dengan pengikut Castro di rumah-rumah petani tempat para pejuang revolusi Kuba dilatih perang gerilya secara keras dan profesional oleh kapten tentara Republik Spanyol Alberto Bayo, seorang pengarang "Ciento cincuenta preguntas a un guerilleo" (Seratus lima puluh pertanyaan kepada seorang gerilyawan) di Havana, tahun 1959. Bayo tidak hanya mengajarkan pengalaman pribadinya tetapi juga ajaran Mao Ze Dong dan Che (dalam bahasa Italia berarti teman sekamar dan teman dekat) menjadi murid
kesayangannya dan menjadi pemimpin di kelas. Latihan perang di tanah pertanian membuat polisi setempat curiga dan Che beserta orang-orang Kuba tersebut ditangkap namun dilepaskan sebulan kemudian.

Pada bulan Juni 1956 ketika mereka menyerbu Kuba, Che pergi bersama mereka, pada awalnya sebagai dokter namun kemudian sebagai komandan tentara revolusioner Barbutos. Ia yang paling agresif dan pandai dan paling berhasil dari semua pemimpin gerilya dan yang paling bersungguh-sungguh memberikan ajaran Lenin kepada anak buahnya. Ia juga seorang yang berdisiplin kejam yang tidak sungkan-sungkan menembak orang yang ceroboh dan di arena inilah ia mendapatkan reputasi atas kekejamannya yang berdarah dingin dalam eksekusi massa pendukung fanatik presiden yang terguling Batista.

Pada saat revolusi dimenangkan, Guevara merupakan orang kedua setelah Fidel Castro dalam pemerintahan baru Kuba dan yang bertanggung jawab menggiring Castro ke dalam komunisme yang menuju komunisme merdeka bukan komunisme ortodoks ala Moskwa yang dianut beberapa teman kuliahnya. Che mengorganisasi dan memimpin "Instituto Nacional de la forma Agraria", yang menyusun hukum agraria yang isinya menyita tanah-tanah milik kaum feodal (tuan tanah), mendirikan Departemen Industri dan ditunjuk sebagai Presiden Bank Nasional Kuba dan menggusur orang orang komunis dari pemerintahan serta pos-pos strategis. Ia bertindak keras melawan dua ekonom Perancis yang beraliran Marxis yang dimintai nasehatnya oleh Fidel Castro dan yang menginginkan Che bertindak lebih perlahan. Che pula yang melawan para penasihat Uni Soviet. Dia mengantarkan perekonomian Kuba begitu cepat ke komunisme total, menggandakan panen dan mendiversifikasikan produksi yang ia hancurkan secara temporer.

Pernikahan Che Guevara
Pada tahun 1959, Guevara menikahi Aledia March, kemudian berdua mengunjungi Mesir, India, Jepang, Indonesia yang juga hadir pada Konfrensi Asia Afrika, Pakistan dan Yugoslavia. Sekembalinya ke Kuba ia diangkat sebagai Menteri Perindustrian, menandatangani pakta perdagangan (Februari 1960) dengan Uni Soviet yang melepaskan industri gula Kuba pada ketergantungan pasar Amerika. Ini merupakan isyarat akan kegagalannya di Kongo dan Bolivia sebuah aksioma akan sebuah kekeliruan yang tak akan terelakkan. "Tidaklah penting menunggu sampai kondisi yang memungkinkan sebuah revolusi terwujud sebab fokus instruksional dapat mewujudkannya" ucapnya dan dengan ajaran Mao Ze Dong ia percaya bahwa daerah daerah pasti membawa revolusi ke kota yang sebagian besar penduduknya adalah petani. Juga pada saat ini ia menyebarkan filosofi komunisnya (diterbitkan kemudian dalam "The Socialism and Man in Cuba", 12 Maret 1965). Ia meringkas pahamnya menjadi "Manusia dapat sungguh mencapai tingkat kemanusiaan yang sempurna ketika berproduksi tanpa dipaksa oleh kebutuhan fisiknya sehingga ia harus menjual dirinya sebagai barang dagangan".

Penentangan resminya terhadap komunis Uni Soviet tampak ketika dalam organisasi untuk Solidaritas Asia Afrika di Aljazair (Februari 1965) menuduh Uni Soviet sebagai kaki tangan imperialisme dengan berdagang tak hanya dengan negara-negara blok komunis dan memberikan bantuan pada negara berkembang sosialis atas pertimbangan pengembaliannya. Ia juga menyerang pemerintahan Soviet atas kebijakan hidup bertetangga dan juga atas Revisionisme. Guevara mengadakan konferensi Tiga Benua untuk merealisasikan program revolusioner, pemberontakan, kerjasama gerilya dari Afrika, Asia dan Amerika Selatan. Di samping itu setelah terpaksa berhubungan dengan Amerika Serikat, ia sebagai perwakilan Kuba di PBB menyerang negara-negara Amerika Utara atas keserakahan mereka dan imperialisme yang kejam di Amerika Latin.

Sikap Che yang tidak kenal kompromi pada dua negara kapitalis mendorong negara komunis untuk memaksa Castro memberhentikan Che (1965, bukan secara resmi tetapi secara nyata. Untuk beberapa bulan tempat tinggalnya dirahasiakan dan kematiannya santer diisukan. Ia berada di berbagai Negara Afrika terutama Kongo di mana dia mengadakan survei akan kemungkinan mengubah pemberontakan Kinshasa menjadi sebuah revolusi komunis dengan taktik gerilya Kuba. Ia kembali ke Kuba untuk melatih para sukarelawan untuk proyek ini dan mengirim kekuatan 120 orang Kuba ke Kongo. Anak buahnya bertempur dengan sungguh-sungguh tetapi tidak demikian halnya dengan para pemberontak Kinshasa. Mereka sia-sia saja melawan kekejaman Belgia dan ketika musim gugur 1965 Che meminta Castro untuk menarik mundur saja bantuan Kuba.

TOKOH PENUH INSPIRASI

Biografi Soe Hok Gie


Biografi Soe Hok Gie. Sosoknya sangat terkenal karena tulisannya yang sangat kritis terhadap pemerintah orde lama dan orde baru meskipun ia meninggal dalam usia muda namanya sangat dikenal dikalangan para aktivis karena tulisan-tulisan dan pemikirannya yang sangat fenomenal. Soe Hok Gie adalah Orang keturunan China yang lahir pada 17 Desember 1942. Seorang putra dari pasangan Soe Lie Pit seorang novelis dengan Nio Hoe An. Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan, Soe Hok Gie merupakan adik dari Soe Hok Djie yang juga dikenal dengan nama Arief Budiman. Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta.

Profil dan Kehidupan Soe Hok gie Ketika Kecil
Sejak masih sekolah, Soe Hok Gie dan Soe Hok Djin sudah sering mengunjungi perpustakaan umum dan beberapa taman bacaan di pinggir-pinggir jalan di Jakarta. Menurut seseorang peneliti, sejak masih Sekolah Dasar (SD), Soe Hok Gie bahkan sudah membaca karya-karya sastra yang serius, seperti karya Pramoedya Ananta Toer. Mungkin karena Ayahnya juga seorang penulis, sehingga tak heran jika dia begitu dekat dengan sastra.

Sesudah lulus SD, kakak beradik itu memilih sekolah yang berbeda, Hok Djin (Arief Budiman) memilih masuk Kanisius, sementara Soe Hok Gie memilih sekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Strada di daerah Gambir. Konon, ketika duduk di bangku ini, ia mendapatkan salinan kumpulan cerpen Pramoedya: “Cerita dari Blora” —bukankah cerpen Pram termasuk langka pada saat itu?

Pada waktu kelas dua di sekolah menangah ini, prestasi Soe Hok Gie buruk. Bahkan ia diharuskan untuk mengulang. Tapi apa reaksi Soe Hok Gie? Ia tidak mau mengulang, ia merasa diperlakukan tidak adil. Akhirnya, ia lebih memilih pindah sekolah dari pada harus duduk lebih lama di bangku sekolah. Sebuah sekolah Kristen Protestan mengizinkan ia masuk ke kelas tiga, tanpa mengulang.

Selepas dari SMP, ia berhasil masuk ke Sekolah Menengan Atas (SMA) Kanisius jurusan sastra. Sedang kakaknya, Hok Djin, juga melanjutkan di sekolah yang sama, tetapi lain jurusan, yakni ilmu alam. Selama di SMA inilah minat Soe Hok Gie pada sastra makin mendalam, dan sekaligus dia mulai tertarik pada ilmu sejarah. Selain itu, kesadaran berpolitiknya mulai bangkit. Dari sinilah, awal pencatatan perjalanannya yang menarik itu; tulisan yang tajam dan penuh kritik.

Ada hal baik yang diukurnya selama menempuh pendidikan di SMA, Soe Hok Gie dan sang kakak berhasil lulus dengan nilai tinggi. Kemuidan kakak beradik ini melanjutkan ke Universitas Indonesia. Soe Hok Gie memilih ke fakultas sastra jurusan sejarah , sedangkan Hok Djin masuk ke fakultas psikologi. Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.

Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.

Naik Gunung dan Mendirikan Mapala UI
Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, “Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth”.

Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.

Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:
 Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.
Wafatnya Soe Hok Gie di Semeru
Tanggal 8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: “Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat.” Hok Gie meninggal di gunung Semeru tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis. Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.

Makam soe Hok Gie
24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:
 Seorang filsuf Yunani pernah menulis… nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.”
 Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras… diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil… orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.” 
 Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan..
Selain Catatan Seorang Demonstran, buku lain yang ditulis Soe Hok Gie adalah Zaman Peralihan, Di Bawah Lentera Merah (yang ini saya belum punya) dan Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan serta riset ilmiah DR. John Maxwell Soe Hok Gie: Pergulatan Intelektual Muda Melawan Tirani.

Tahun depan Mira Lesmana dan Riri Reza bersama Miles Production akan meluncurkan film berjudul “Gie” yang akan diperankan oleh Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Lukman Sardi dan Thomas Nawilis. Saat ini sudah memasuki tahap pasca produksi.

Catatan Seorang Demonstran

John Maxwell berkomentar, “Gie hanya seorang mahasiswa dengan latar belakang yang tidak terlalu hebat. Tapi dia punya kemauan melibatkan diri dalam pergerakan. Dia selalu ingin tahu apa yang terjadi dengan bangsanya. Walaupun meninggal dalam usia muda, dia meninggalkan banyak tulisan. Di antaranya berupa catatan harian dan artikel yang dipublikasikan di koran-koran nasional” ujarnya. “Saya diwawancarai Mira Lesmana (produser Gie) dan Riri Reza (sutradara). Dia datang setelah membaca buku saya. Saya berharap film itu akan sukses. Sebab, jika itu terjadi, orang akan lebih mengenal Soe Hok Gie” tuturnya.

Kata Kata Bijak Soe Hok Gie
  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi "manusia-manusia yang biasa". Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik.